art is truth -13

saya mendengar, lalu dilihat dan di rasakan. saya melihat, lalu didengar dan dirasakan. saya merasakan, lalu didengar dan dilihat.

Senin, 26 Oktober 2009

Habis Belajar Jangan Mandi

Saat itu saya dan teman-teman saya sedang bahagia-bahagianya menjadi anak kelas 3 di SMA. Sedang merasa paling tinggi kastanya diantara adik kelas kita, sedang merasakan nikmatnya berteman, dan sedang merasakan gelisahnya menjelang ujian dan kelulusan.

Nah, pertengahan semester biasanya datang para utusan dari tempat bimbingan belajar untuk mengajak kita untuk les di tempatnya dengan iming-iming bisa lulus dengan hasil baik, bisa masuk Universitas Negeri lewat SPMB, bisa mengerjakan soal-soal dengan rumus-rumus yang hebat, belajar dikelas dengan nyaman, ber ac, dan pastinya para pengajar yang ahli.

Saat itu yang masuk ke kelas kita adalah kang Aom dia pengajar di tempat les yang berada di daerah merdeka. Dia mempromosikan tempat les nya itu dengan alesan-alesan yang tadi sudah saya jelaskan. Alhasil karena kami yang sedang gelisah akan ujian dan masuk Universitas. Saya, idhar, dan Pepeng pun terbujuk rayunya.

Satu lagi kang Aom saat mempersentasikan tempat lesnya sangat lah hebat di iringi dengan lawakkannya yang standar namun kami cukup terhibur dan tertawa. Dia pun menjelaskan kalo di tempat lesnya ada belajar di tempat kediamannya dan waktunya malam-malam sampai menginap pula.

Rumahnya kang Aom di daerah tajur dan mengharuskan kita melewati kuburan untuk sampai di rumahnya. Dan uniknya setelah belajar di rumah dia, jangan mandi. Saya langsung berimajinasi dan berhipotesa, Wah! Jangan-jangan belajarnya pake ilmu gaib dan pantangannya ga boleh mandi atau karena takut ilmunya terbawa dengan air mandi kita. Tapi ya sudahlah, mungkin sedang guyon dia atau membuat saya untuk mengacungkan tangan sebagai tanda tidak mengerti dan menanyakan “kenapa begitu, pak?” dan dia mungkin menjawab “makanya masuk les dulu ditempat kita!”.

Tapi kami, khususnya saya dan pada umunya mereka, tidak langsung meng iya kan juga untuk les disana, namun berkonsultasi kepada orang tua setelah di setujui oleh orang tua. Kita pun pergi ke tempat les tersebut, lalu mengambil formulir dan mengisinya dan menyerahkan uang kepadanya. Alhasil, kami dipersilahkan masuk kelas nya dan mulai belajar.

Hari-hari kami di tempat les pun tak ada bedanya seperti dikelas saat sekolah masih bisa bercanda dan mengobrol saat pengajar menerangkan materinya. Tempat lesnya pun terbilang cukup bebas karena kami bisa merokok disana kecuali dalam kelas karena ber ac. Kelas les saya isinya adalah teman-teman satu sekolah saya, tidak di campur dengan sekolah lain, maka dari itu kami bisa mengobrol atau bercanda, bahkan bisa bolos ramai-ramai dan lebih memilih main atau pulang ke rumah kita masing-masing.

Memang disana kita mendapat rumus-rumus yang lebih cepat namun rumit juga bagi saya pribadi. Biasanya kita selalu bertanya kepada para pengajar kalo belum mengerti atau pun diam juga karena sudah mengerti. Hal yang saya lakukan setelah kelas bubar pasti menuju toilet lalu duduk-duduk sebentar atau mengobrol dengan para pengajar dan teman-teman tentang masa depan dan perkuliahan. Dan makanan yang selalu menemani disaat mengobrol pasti momogi karena hanya itu yang bisa kami beli disana namun minuman berwarna dalam gelaspun banyak, dan untuk rokkonya kami beli di warung rokok depan tempat les atau kami bekal dari warung dekat sekolah.

Setelah beberapa minggu, akhirnya mulai lah rasa takut kami akan ujian terkalahkan dengan rasa malas dan rasa ingin main yang hebat bersama teman-teman lebih hebat dari pada mencari ilmu di tempat les. Namun terkadang kita tidak pergi les karena ada teman yang ga bisa les jadinya kita kena syndrome nya. Namun ada juga yang tetap pergi les walaupun sendiri, memang hebat dia tapi saya lupa siapa dia? Bahkan kita bisa ga ikut les sampai beberapa hari.

Nah, apa yang waktu kang Aom bilang, yaitu menginap di rumahnya mulai dia kasih tau dan kami di undang untuk kesana dan memang ada jadwalnya juga. Tapi saya lupa kenapa waktu itu saya kenapa ga ikut terus.

Sampai pada saatnya saya harus ikut pergi kesana. Jadi, sedang enak-enaknya di rumah pada malam hari dan mati lampu saat itu, ada yang datang kerumah yaitu idhar dan herlan (di baca:pepeng) mengajak saya untuk pergi ke rumah kang Aom untuk belajar disana dan nginap pula. Saat itu saya malas sekali mau ikut tapi ga enak mereka udah ngajak dan anehnya orang tua membolehkan saya pergi padahal malam hari.

Sampai juga kita di daerah tajur dan masuk kedalam gang yang cukup lebar jalannya. Oh itu ada kuburan, bener juga nih kang Aom kirain dia bercanda. Sampailah kita di rumahnya, hal yang pertama kita lakukan yaitu mengucapkan salam dan itu kita lakukan beberapa kali bukan rajin tapi karena memang tidak ada yang membalas salam kita. Oh ya rumah dia itu sebelahnya adalah guru les bahasa

Inggris kita juga di tempat yang sama. Karena ngga ada tanggepan dari rumah kang Aom kita pun pergi menuju ke rumah guru les Bahasa Inggris itu dan kami lihat ada sekumpulan anak-anak dari sekolah lain yang sedang menginap disana dan belajar juga.

Kita pun menanyakan pada dia, “kemana kang aom? Ada di rumah tidak dia? Tau kemana kang Aom, pak?” Dan dia menjawab “ ada kayanya mah, coba kamu liat lagi aja rumahnya!” dan dia pun mengajak kita untuk ikut bergabung saja sama dia. Tapi kami memutuskan untuk belajar di kang Aom saja.

Kami datangi lagi lah itu rumahnya, dan ikutin saran guru bahasa Inggris itu yaitu melihat lagi rumahnya bahkan kita ga hanya melihatnya saja tapi memberi salam lagi. Namun kita ngga dapat salam balik dari sang punya rumah memang keadan di dalam rumah sudah gelap dan saat kami mengintip di jendela juga ngga ada siapa-siapa. Saat itu jam di Handphone kita udah menunjukkan pukul 23 lewat untuk menitnya kami mempunyai perbedaan.

Kita pun pasrah karena ga bisa belajar bersama kang Aom malam itu dan kami pun memutuskan untuk tidak pulang, takut saja Kang Aom terbangun dari tidurnya karena mau buang air kecil dan ga bisa tidur lagi dan melihat kami bertiga ada di luar rumahnya. Namun kita pergi dulu ke depan gang rumahnya bukan untuk menunggu dia yang mungkin baru pulang dari bepergiannya keluar rumah tapi kami pergi kedepan untuk membeli mie rebus dan kami pun pergi membeli mie rebus bukan mengira mungkin ada kang Aom yang sedang makan mie rebus juga tapi memang karena kita lapar.

Berhubung udah malam sekali, akhirnya kita membuat keputusan lagi yaitu menginap di rumah kang Aomnya untuk tempatnya kami memilih teras rumahnya tanpa alas apapun kita tidur disana dengan membalikkan fungsi tas menjadi bantal dan jaket menjadi selimut. Kami pun berharap kang Aom paginya terharu melihat kita yang tertidur berjajar di terasnya seperti anak kucing. Tertidur lah kami walaupun sebelumnya diisi dengan ngobrol-ngobrol diselingin dengan curhat.

Jam 5.30 lewat kami pun terbangun dan ternyata masih tak ada kang Aom dan keadaan rumah masih sama seperti tadi malam. Kami pun siap-siap untuk pergi ke sekolah saat itu juga. Nah disaat kita mau kekamar mandi yang ada di sebelah rumah kang Aom dan kami mendapati kamar mandi itu hanya ada satu keran air saja tanpa bak mandi, wc dan gayung pun kami tidak lihat.

Dan pertanyaan yang ada dalam hati saya saat kang Aom mempersentasikan saat itu dimana kalo belajar di rumahnya besoknya jangan mandi. Akhirnya terjawab bukan dari kalimat yang di ucapakan dia namun dari penglihatan saya dimana saya mendapati keadaan toilet seperti itu.

Akhirnya kami meninggalkan rumah itu dengan perasaan kesal dan belum mandi jangankan mandi cuci muka saja nggak. Alhasil, kami didepan gang rumahnya sebelum naik angkot membeli Aqua gelas untuk diminum sekaligus kumur-kumur dan membeli happydent white sebagai pengganti gosok gigi.

Jarak dari rumah kang Aom ke sekolah kitapun sangat lah jauh, alhasil kita minta tumpangan ke rieka karena dia melewati arah yang kita lewati sampailah kita di jemput di tugu kujang. Dan sebelumnya kita minta supaya Rieka membawa makanan untuk kami makan diperjalanan karena lapar dan ga mungkin untuk sarapan juga.

Ternyata itu alasan mengapa kalo belajar disana jangan mandi besoknya, sudah pengalaman pertama kali saya ikut belajar malam dan jauh dari bayangan apa yang bakal saya dapat. Setelah beberapa bulan dari kejadian itu intensitas kami les pun menjadi kurang. Sampai pada saatnya pihak tempat les bertanya mau diterusakan? Apa tidak? Saat itu kami memilih untuk tetap mengikuti walaupun belum membayar bulanan saat itu namun di tengah jalan Idhar memutuskan untuk keluar saja, tinggal saya sama pepeng namun ga butuh waktu lama akhirnya kita pun ikut keluar juga dari tempat les itu.

Dan kami mengikuti kelas tambahan di sekolah saja. Sampai pada akhirnya kita ujian dan memperoleh hasil lulus dengan nilai-nilai yang menakjubkan dan saya rasa bukan hasil dari les itu tapi karena kita bekerjasama mengerjakannya sungguh indah bukan menyelesaikan suatu masalah bersama-sama walaupun hasilnya berbeda di komanya saja.

Bandung, 19 Oktober 2009 Jam 1 Pagi ditemani mamah yang udah tidur duluan disebelah saya.

oh..sekarang jadi begini (napak tilas)

Habis saur belum bisa tidur masih terbawa efek insomnia tadi malam, seperti biasa saat matahari keluar biasanya saya baru memejamkan mata dan saat matahari terbenam baru buka mata dan terasa segar. Namun di hari ini jam 6 pagi saya berbeda karena harus mengantarkan saudara saya ke Stasiun Bogor.

Oh, Udaranya nya masih segar, belum ada macet, matahari masih hangat-hangatnya.
Sampai di Stasiun, saudara saya turun dari motor dan masuk kedalam Stasiun begitupun orang-orang yang lain yang terlihat sibuk dan rapih. Tugas selesai, tapi kenapa males untuk langsung pulang ke rumah. Ga niat sebelumnya saya pun memutuskan untuk napak tilas kecil-kecilan.

Saya mulai dengan pergi ke Perumahan Ciomas Permai, baru masuk ke dalam gerbangnya sudah mulai terasa perbedaan, sekarang banyak sekali ruko-ruko, jembatan yang sudah tidak bisa dilewati oleh truck yang lebih dari 2 ton dan rumah-rumah baru pastinya. "Dimana danau buatan yang dulu saya suka ambil ikannya?" itu pertanyaan dalam hati saya. Ternyata masih ada namun, tertutupi rumah-rumah jadi susah melihatnya. Kenapa saya pergi ke tempat ini, karena dulu saya sama teman-teman di rumah suka maen kesini naik sepeda atau jalan kaki dan bermain di danaunya atau melihat anak-anak pesantren yang sedang mengambil kangkung.

Habis dari sana, saya pun langsung menuju komplek rumah saya, yaitu Taman Pagelaran. Namun saya tidak langsung pulang tapi berputar-putar komplek dulu, melanjutkan napak tilas tersebut.Saya mulai dengan melewati rumah-rumah yang selalu saya lewati saat pergi ke Sekolah Dasar. Oh, itu Bapaknya Amel sedang membersihkan motor, selanjutnya rumah-rumah yang temboknya di coret-coret. Lalu melewati lapangan terbuka hijau tempat untuk solat ied atau bermain bola atau apalah yang mengharuskan kalian bermain di lapangan.

Wah, itu SD saya ternyata sudah sangat-sangat berbeda dari bangunannya, warna cat nya , letak-letak kelasnya. Tapi saya bangga Sekolah itu sudah berubah menjadi lebih baik. SD itu merupakan SD yang ada di komplek rumah saya, namun entah kenapa banyak yang menyangsikan sekolah itu dan lebih memilihkan anak-anaknya untuk sekolah di tengah kota. Padahal saya pikir materi pelajaran kita hampir sama, upacara benderanya sama hari senin, ada pelajaran Olahraga juga, Pramuka juga ada, dan yang membedakan paling warna batiknya saja. Yah mungkin orang tua mereka punya alasan lain kenapa menyekolahkan anaknya tidak disitu atau lebih memilih di sekolah lain.

Saya memuji-muji itu sekolah bukan karena saya sekolah di situ juga, namun saya banyak kenangan dari sekolah itu seperti, apabila anak-anak sekolah lain dari kelas 1 sudah naek jemputan atau kelas 4-6 sudah bisa naek angkot sedangkan saya naik sepeda atau jalan kaki menuju ke sekolah dan apabila lapar saat istirahat atau ada buku dan tugas yang ketinggalan tinggal lari menuju rumah, dan mamah siap membukakan pintu.

Habis dari situ saya pergi melewati rumah beberapa teman SD saya. Ada rumah Fajar dan pintu koboi di rumahnya pun masih ada tapi Fajar dan keluarganya sudah pindah karena Bapaknya terpilih jadi Camat waktu itu, atau mungkin sekarang sudah jadi rakyat biasa lagi. Ada lagi rumah Trisno, Hadi, Fadly, Gita, dan Dithe yang masih Nampak sama hanya cat rumahnya saja yang berubah. Daerah sekitarnya pun telah berubah, lebih bagus dan megah.

Akhirnya sampai juga di Rumah saya yang saya rasa sudah berubah juga dari warna cat dan bangunannya, namun keadaannya masih seperti dulu menyenangkan dan tempat berteduh yang nyaman.

Mungkin apabila saya menapak tilaskan diri saya sendiri, pasti ada yang berubah seperti halnya hal-hal yang saya lihat pagi ini. Semoga saja berubah ke hal yang lebih baik. Amien.

16 Sept 09, Bogor.