art is truth -13

saya mendengar, lalu dilihat dan di rasakan. saya melihat, lalu didengar dan dirasakan. saya merasakan, lalu didengar dan dilihat.

Rabu, 11 Maret 2009

Penyimpangan di hari rabu.

Pagi itu saya terbangun dihari rabu dimana seperti biasanya sepupu-sepupu saya sudah bermain dengan lincahnya merasakan nikmatnya masa kecil dengan tertawa puas walaupun hanya bermain lempar-lemparan sendal tanpa mainan yang berada dalam toko mainan yang harganya cukup mahal, bukan mereka tak mampu membeli namun orang tua mereka mungkin berfikir mainan itu tak berumur panjang bila di mainkan oleh anak berumur 6tahun. Makanya banyak sekali para orang dewasa bahkan orang tua yang memiliki hobi mengumpulkan mainan anak-anak, mungkin mereka sudah bisa merawat semua mainan tersebut sampai-sampai tak membuka dari kotak mainannya dibiarkan masih tersegel dan disimpan sangat rapih, mungkin dalam keadaan terdesak bisa dengan mudah menjualnya kembali.

Sepupu saya masih berteriak dengan gembira dan membangunkan saya yang baru saja tidur beberapa jam, karena habis bergadang dan mungkin dokter memvonis saya mengidap insomnia. Sementara ibu-ibu mereka sudah ber gibah dengan cerianya, sambil menunggu para penjaja sayuran untuk nantinya diolah oleh mereka dan dimakan bersama keluarganya.

Dan saya masih bersembunyi dalam selimut. Saya pun melihat waktu yang yang ada di jam saya,jam menunjukkan jam 8, dimana saya sudah melewatkan satu mata kuliah. Karena tak mungkin untuk kekampus dan mengikuti perkuliahan yang jam7 tadi. Saya pun kembali menutup mata meneruskan mimpi yang tadi terputus, bukan karena saya takut dengan sinar matahari.

Jam 12 saya terbangun dan mendapati, 1pesan pendek dihandphone saya. Sang pengirim pesan tersebut adalah pacar saya. Dia meminta saya menemaninya makan siang dikampusnya yang berada di daerah dipati ukur. “iya, bentar…tunggu aja didepan pintu gerbang kampus kamu”, balas saya. Saya pun bergegas ke kamar mandi dan menyiram badan saya dengan air, menyikat gigi, dan badan diberi sabun.

Malu sekali saya pada diri sendiri, bila dipanggil oleh ibadah untuk mencari ilmu, sangat males-malesan untuk berangkat tapi bila dipanggil oleh pacar sangat semangat dan tanpa berfikir panjang baik senang atau kecewa yang kita dapat nantinya.

Tepat jam 12.30 saya sampai diparkiran kampus tersebut, kami berbincang bincang dari hal yang ga penting menjadi penting, dan yang penting menjadi terpinggirkan. Ternyata mengobrol pun menghabiskan energy yang banyak, saya pun membeli batagor. Batagor yang belum saya tau enak atau tidak, halal atau tidak, bebas dari racun tidak, tapi pemikirin itu terhapus oleh rasa lapar. Dan dia hanya minum mungkin hanya haus tidak lapar atau dia sudah tau bahwa batagor tersebut tidak enak, mungkin?

Jam 14.00 itu yang saya dapati waktu melihat jam tangan yang terpasang di tangan kiri saya. Dia mau masuk kelas karena ada mata kuliah di jam tersebut. Saya pun bergegas mengantarkan dia kedalam kampus menuju kelasnya. Kampus dimana yang telah menolak saya untuk menjadi mahasiswanya. Ketika sudah di depan kelas, dia mengajak saya masuk kelas dan menyuruh saya mengkuti kelasa tersebut. Yeah, ternyata satu pemikiran dengan saya yang ingin mencoba mengikuti perkuliahan dikampus tersebut.

Diam di kelas tersebut selama 15 menit Karena dosen dikampus tersebut belum memasuki kelas. Saya hanya diam sambil melihat keadaan disekitar dan dia hanya tersenyum. Pemberitahuan dia jurusan ekonomi dan saya mahasiswa yang mengambil jurusan Komunikasi. Sangat jauh sekali ilmunya, saat itu adalah mata kuliah kesehatan ekonomi, apa kesehatan? Iya , saya aneh dengan kaitan kesehatan dan ekonomi, tapi saya tidak peduli itu urusan dosen, kampus dan tuhannya.

Beberapa menit awal, sang dosen mengenalkan dirinya dan sang asisten dosen duduk paling belakang mengamati sang dosen sebenarnya yang sedang mengajar.

Mulailah dosen menjelaskan apa itu mata kuliah kesehatan ekonomi. Lalu dia menanyakan arti sehat kepada mahasiswanya satu persatu. Mau tidak mau, walaupun saya berusaha berpura-pura menjadi patung pasti akan kena tanya juga. Saya menjawab bahwa sehat itu, jernih akal pikirnya. Oke, sang dosen hanya tersenyum dan menjelaskan atau lebih tepatnya berguyon walaupun sebenarnya tak lucu, mahasiswa lain pun ikut tertawa sepertinya mereka mencoba menghormati dosen tersebut walaupun jatuhnya mereka berdusta.

Sang dosen pun menanyakan beberapa hla kepada mahasiswa sebenarnya di kampus itu dan saya sang penyusup. Dia mengajar tidak kaku namun memaksa dirinya untuk senang, biarlah itu urusan dia.

Mata kuliah itu berakhir jam 3, dan ketika saya melihat jam tangan yang berada ditangan kiri saya menunjukkan jam segitu. Dosen pun mengakhiri perkuliahannya. Saya pun bergegas keluar kelas bersama mahasiswa lainnya.

Terima kasih kepada wanita yang saat itu adalah pacar saya dia bernama sindy. Terima kasih untuk mengajak saya mencoba bagaimana mendaptkan ilmu di kampus tersebut. Untuk sang dosen tetap semangat mengajar ilmu mu, berilah kepada anak-anak murid mu itu.

Bandung, 4 Februari 2009